Selasa, 22 September 2009

Minggu, 09 Agustus 2009

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Prostat

Kanker merupakan penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh. Sel-sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat menyebabkan kematian.

Kanker sering dikenal di masyarakat sebagai tumor, padahal tidak semua tumor adalah kanker. Tumor adalah segala benjolan tidak normal atau abnormal yang bukan radang. Tumor dibagi dalam dua golongan, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Sel tumor pada tumor jinak pertumbuhannya lambat, tetapi sel tumor pada kanker (tumor ganas) pertumbuhannya cepat, sehingga kanker pada umumnya cepat menjadi besar.

Prostat merupakan suatu kelenjar sex pada pria yang berukuran kecil, terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi saluran kencing. Prostat berbeda-beda dari satu spesies dengan spesies lainnya dalam hal anatomi, kimia dan fisiologi. Untuk anatomi kelenjar prostat manusia (laki-laki) dapat dilihat pada Gambar 2.1.


Gambar 2.1 Kelenjar Prostat Manusia, (Suganda,2008).

Pembesaran kelenjar prostat merupakan gejala umum yang diderita laki-laki di atas usia 50 tahun. Pembesaran terjadi di bagian tengah dari kelenjar prostat yang mengelilingi saluran kencing. Pembesaran kelenjar prostat yang berkelanjutan dapat mengarah ke tahap yang lebih serius yang sering dikenal dengan kanker prostat.

Kanker prostat adalah penyakit kanker yang menyerang kelenjar prostat, dimana sel-sel kelenjar prostat tumbuh secara abnormal tidak terkendali sehingga mendesak dan merusak jaringan sekitarnya, (Pdpersi, 2004). Sedangkan menurut Suganda (2008), kanker prostat adalah suatu tumor ganas yang tumbuh di dalam kelenjar prostat.

Jadi, kanker prostat merupakan suatu tumor ganas yang menyerang kelenjar prostat sehingga menyebabkan pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat menjadi tidak normal dan tidak terkendali sehingga mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya.

2.1.1 Penyebab Kanker Prostat

Penyebab kanker prostat secara pasti belum diketahui, meskipun dari beberapa penelitian telah terbukti hubungan antara diet tinggi lemak dan peningkatan kadar testosteron. Saat kadar testosteron diturunkan baik dengan cara pembedahan dengan mengangkat testis atau dengan obat-obat sehingga menghambat perkembangan kanker prostat.

Penyebab kanker prostat sangat banyak, diantaranya pola hidup dan kadar vitamin D yang rendah. Pria Italia sedikit mengalami penyakit kanker prostat karena pengaruh pola makan yang banyak mengkonsumsi saus tomat. Minum teh hijau dan tomat yang sudah dimasak dapat menghambat penyakit kanker prostat, (Suganda, 2008).

Meskipun penyebab kanker prostat secara pasti belum diketahui, setiap orang dapat melakukan pencegahan dengan pola hidup sehat. Secara umum, faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit kanker baik kanker prostat maupun jenis kanker yang lain adalah sebagai berikut:

1. Virus

Beberapa virus memiliki hubungan erat dengan perubahan sel normal menjadi sel kanker. Jenis virus ini disebut jenis virus onkogenik.

2. Hormon

Hormon adalah zat yang dihasilkan kelenjar tubuh yang berfungsi sebagai pengatur kegiatan alat-alat tubuh. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa pemberian hormon tertentu secara berlebihan dapat meningkatkan terjadinya beberapa jenis kanker seperti kanker payudara, rahim, indung telur dan kanker prostat.

3. Bahan kimia

Bahan kimia untuk industri serta asap yang mengandung senyawa karbon dapat meningkatkan kemungkinan seorang pekerja industri menderita kanker.

4. Penyinaran yang berlebihan

Sinar ultraviolet yang berasal dari matahari dapat menimbulkan kanker kulit. Sinar radioaktif sinar X yang berlebihan atau sinar radiasi dapat dapat menimbulkan kanker dan leukimia.

5. Rangsangan fisik berulang

Gesekan atau benturan pada salah satu bagian tubuh yang berulang dalam waktu yang lama merupakan rangsangan yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker pada bagian tubuh tersebut, karena luka atau cedera pada tempat tersebut tidak sempat sembuh dengan sempurna.

2.1.2 Gejala Umum Kanker Prostat

Beberapa gejala umum yang perlu diperhatikan dan diperiksakan lebih lanjut ke dokter untuk memastikan ada atau tidaknya kanker prostat antara lain :

1. Rasa sakit pada waktu ejakulasi,

2. Cairan ejakulasi berdarah,

3. Sering buang air kecil terutama pada malam hari,

4. Timbul rasa sakit sewaktu buang air kecil,

5. Saluran kencing teras sempit, dan

6. Bila kanker menyebar pada bagian tubuh yang lain misalnya pada tulang dapat menimbulkan rasa nyeri pada tulang dan persendian, (Djansi, 2005).

2.1.3 Pengobatan Kanker Prostat

Selama ini, ada beberapa cara dalam pengobatan kanker prostat antara lain yaitu :

1. Cukup diamati dan dipantau perkembangannya dengan melakukan PSA (Prostate Specific Antigen),

2. Pengangkatan kelenjar prostat,

3. Radioterapi, dan

4. Peningkatan daya tahan tubuh (imunoterapi), (Pdpersi, 2004).

2.2 Radioterapi

Prinsip dasar radioterapi adalah menimbulkan kerusakan pada jaringan tumor sebesar mungkin serta meminimalkan kerusakan pada jaringan normal di sekitar tumor. Hal ini dapat dicapai dengan penyinaran langsung pada tumor dari berbagai arah sehingga diperoleh dosis maksimum pada tumor tersebut, (Gabriel, 1996).

Dalam melakukan radioterapi, perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Jenis radiasi yang digunakan,

2. Jenis sel yang akan diradioterapi,

3. Lingkungan sel.

Apakah terjamin ada penyaluran darah di sekitar sel tersebut atau tidak.

4. RBE (Relative Biological Effectiveness).

RBE yang sangat tinggi (lebih dari satu) memiliki kemampuan mematikan sel yang lebih besar. Faktor RBE untuk berbagai radiasi dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Faktor RBE Untuk Berbagai Radiasi

RADIASI

RBE

Sinar X 0,1-100 MeV atau sinar gamma

Elektron 0,1-100 MeV atau sinar beta

Neutron kecepatan tinggi

Neutron 10 MeV

Proton sampai 10 MeV

Sinar alfa

Heavy recoil nuclei

1

1

5

10

10

10

20

Radioterapi ada tiga jenis yaitu:

1. Teleterapi/ radiasi eksternal.

Sumber sinar berupa radioisotop yang ditempatkan di luar tubuh. Sinar diarahkan pada kanker yang akan diberi radiasi. Besarnya energi yang diserap oleh suatu kanker tergantung dari besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber energi, jarak antara sumber energi dan kanker, serta luas lapangan.

2. Brachyterapi/ radiasi internal.

Sumber energi dimasukkan ke bagian kanker atau berdekatan dengan kanker di dalam rongga tubuh. Ada beberapa radiasi internal antara lain interstitial, intracavilair, dan intalasi.

3. Intervena/ nuklir.

Larutan radioisotop yaitu I131 disuntikkan ke intravena dan akhirnya akan diserap oler tiroid. Biasanya radioterapi ini digunakan untuk pengobatan kanker tiroid.

Tidak semua radiasi dapat menimbulkan ionisasi. Radiasi seperti sinar ultraviolet, sinar inframerah, dan sinar gelombang pendek tidak menimbulkan ionisasi. Pemakaian sinar-sinar ini untuk pengobatan biasanya dilakukan di bagian fisioterapi suatu rumah sakit dan tidak di bagian radioterapi, (Gabrriel, 1996).

Adapun beberapa jenis radiasi yang dapat menimbulkan ionisasi antara lain :

1. Sinar X,

2. Sinar gamma,

3. Sinar beta (elektrón),

4. Sinar alfa,

5. Neutron, dan

6. Proton.

Radiasi memiliki energi. Menuru Planck, energi satu radiasi sama dengan suatu konstanta dikali frekuensi radiasi.

E = h x f ..................................................................... (2.1)

Dimana:

E = energi radiasi (joule)

h = konstanta Planck (6,62 x 10-34 joule sekon)

f = frekuensi gelombang (Hz)

dan f = .....................................................(2.2)

c = cepat rambat cahaya dalam ruang vakum (3 x 108 m/s)

= panjang gelombang (m)

Maka E = h x .......................................... (2.3)

Karena h dan c adalah konstanta, maka energi radiasi berbanding terbalik dengan panjang gelombang, dimana makin besar energi radiasi makin pendek panjang gelombang dan begitu juga sebaliknya. Panjang gelombang dari puncak spektral emisi merupakan fungsi temperatur permukaan. Hubungan antara puncak emisi dan temperatur dinyatakan dengan:

max = .....................................................................(2.4)

Persamaan ini dikenal dengan hukum pergeseran Wien’s, ( Compbell, 1997).

Menurut Hukum Stefan Boltzmann, intensitas pancaran secara radiasi dinyatakan:

W = e . s . T4 ........................................................................................................... (2.5)

Dimana:

W = intensitas radiasi yang dipancarkan per satuan luas per satuan waktu
s = konstanta Boltzman =5,672 x 10-8 watt/cm2K4
e = emisivitas (o < e < 1)

T = Temperatur mutlak (K)

Hukum ini menunjukkan bahwa intensitas/energi radiasi yang dipancarkan sangat bergantung atau sangat ditentukan oleh temperature, ( Compbell, 1997).

Dalam sistem Satuan Internasional (SI), satuan dari energi adalah Joule (J). Namun, untuk energi radiasi elektromagnetik, satuan Joule merupakan satuan yang terlalu besar. Untuk energi radiasi elektromagnetik, satuan yang bisa digunakan adalah elektron volt (eV). Satu eV merupakan energi yang dimiliki oleh elektron yang berada pada beda potensial satu volt. Dari perhitungan, diperoleh hubungan antara eV dengan J sebagai berikut:

1 eV = 1,6 x 10-19J ......................................................................(2.6)

2.3 Radiasi Proton

Radiasi dalam istilah fisika, pada dasarnya adalah suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium. Radiasi juga bisa berarti transmisi gelombang, objek atau informasi dari sebuah sumber ke medium atau tujuan sekitarnya, (Akhadi, 2000). Dalam fisika, konsep yang berhubungan dengan radiasi adalah :

1. Radiasi ionisasi adalah sebuah semburan partikel (seperti fhoton) dengan energi yang berkecukupan untuk menyebabkan ionisasi atom atau molekul.

2. Radiasi non-ionisasi adalah sebuah semburan partikel yang tidak memiliki cukup energi untuk menyebabkan ionisasi atom atau molekul.

3. Radiasi partikel adalah sebuah bentuk radiasi dimana unsur individual bersikap seperti partikel , contohnya radiasi neutron cepat atau lambat.

4. Radiasi Cheenkov adalah pemancaran radiasi elektromagnetik oleh partikel bermuatan bergerak melalui sebuah medium terinsulasi lebih cepat dari kecepatan cahaya dalam medium tersebut.

5. Radiasi sinkroton adalah radiasi yang dipancarkan oleh partikel bermuatan yang dipercepat dalam medan magnet dan bergerak mendekati kecepatan cahaya. Ini terjadi bila partikel bergerak dalam lingkaran seperti dalam sinkroton.

Radiasi proton yang digunakan dalam terapi pengobatan kanker termasuk dalam radiasi sinkroton, hal ini disebabkan karena untuk menghasilkan berkas radiasi proton diawali dengan menyuntikkan gas hidrogen ke dalam ruang vakum untuk kemudian mengalami proses pemisahan elektron dari inti atom hidrogen, proses ini juga dikenal sebagai ionisasi. Kemudian dengan medan magnet, berkas proton tadi dibelokkan ke tabung hampa udara yang disebut dengan pemercepat awal (pre-accelator) kemudian untuk mendapatkan energi kinetik yang lebih besar berkas proton tersebut bergerak melingkar di dalam alat yang disebut dengan akselerator sinkroton.

2.4 Struktur DNA

DNA adalah singkatan bagi Deoxyribonucleid Acid. DNA merupakan pembawa informasi genetik dari makhluk hidup. Kerangka DNA terdiri dari dioksiribosa yang dihubungkan dengan gugus fosfat. Kerangka ini bersifat tetap untuk seluruh molekul DNA. Varibel pada DNA adalah urutan basa (A, G, C, dan T). Unit nekleotida disebut deoksiadeniat, deoksiguanilat, deoksisitidilat, dan deoksitimidat. Basa pembentuk DNA terdiri dari dua macam yaitu basa purin dan basa pirimidin. Basa purin terdiri dari adenin dan guanin. Sedangkan basa pirimidin terdiri dari timin dan sitosin, (Suryo,2005).

Bila sel normal mengalami kerusakan, akan menyebabkan mutasi genetik. Jika hal ini tidak segera diobati, perbanyakan sel yang DNA-nya rusak akan menghasilkan sel kanker. Sel kanker memiliki tiga sifat yang khas, yaitu :

1. Mempunyai kemampuan untuk berkembang terus dan mengalahkan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh tubuh normal.

2. Mempunyai kemampuan untuk melanjutkan pertumbuhannya menyerbu ke jaringan sekitarnya, sehingga jaringan normal digantikan oleh jaringan yang mengganggu.

3. Mempunyai kemampuan menjalar ke bagian-bagian lain dari tubuh.

Informasi penting tentang adanya pendapat bahwa mutasi somatis dapat menyebabkan kanker pertama kali dikemukakan pada tahun 1982. Pada saat itu para peneliti dapat menunjukan bahwa sel-sel kanker kandung kemih berbeda dari sel-sel normal kandung kemih, yaitu adanya perubahan pada satu pasangan basa dari DNA. Sel-sel dari kanker sering kali dilepaskan dari kelompok aslinya dan dibawa oleh aliran darah ke bagian-bagian lain dari tubuh. Proses ini dikenal dengan nama metastase. Pertumbuhan yang abnormal dari sel-sel kanker dapat dibandingkan dengan pertumbuhan sel-sel normal apabila dilakukan percobaan dengan menggunakan medan cair yang mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan. Apabila suatu jaringan normal dilepas sel-selnya dan beberapa sel diletakkan dalam suatu tabung berisi zat makanan, maka sel-sel akan berkembang membentuk jaringan berupa lapisan setebal satu sel dan kemudian pertumbuhannya berhenti. Sedangkan bila digunakan sel-sel dari jaringan kanker dan diberi perlakuan yang sama, maka sel-sel akan berkembang terus dan membentuk jaringan yang terdiri dari beberapa lapisan sel bertumpuk-tumpuk seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Pertumbuhan dari Sel-sel Normal dan Sel-sel Kanker In Vitro, (Suryo,2005).

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Menghasilkan Berkas Radiasi Proton

Dahulu untuk menghasilkan berkas proton sangatlah sulit, tetapi dengan teknologi rekayasa, ilmu komputer dan ilmu fisika, saat ini telah banyak dihasilkan mesin penghasil proton bahkan telah beroperasi penuh, baik untuk penelitian maupun pengobatan, (Waluyo, 2000). Proses menghasilkan berkas proton diawali dengan menyuntikkan gas hidrogen ke dalam ruang vakum untuk kemudian mengalami proses pemisahan elektron dari inti atom hidrogen. Proses ini disebut peristiwa ionisasi. Kemudian dengan medan magnet, berkas proton tadi dibelokkan ke tabung hampa udara yang disebut dengan pemercepat awal (pre-accelator) untuk melewati potensial listrik yang mendorong proton mencapai energi sekitar dua milliun elektron volt. Satu elektron volt sama dengan energi yang digunakan untuk menggerakkan sebuah elektron melewati potensial listrik satu volt.

Berkas proton tadi melanjutkan perjalanan untuk mendapatkan energi yang lebih tinggi di dalam alat yang dikenal dengan nama sinkroton seperti pada Gambar 3.1, yang terdiri dari ruang hampa dengan frekuensi radio. Dalam lintasan melingkar, berkas proton berputar sebanyak 10 juta kali dalam satu detik. Setiap berputar ruang kosong dengan frekuensi radio di dalam cincin sinkroton ini menambah energi proton, yang akhirnya akan mencapai energi sekitar 70-250 juta elektron volt. Energi ini cukup untuk meletakkan proton ke dalam tubuh pasien.

Setelah keluar dari sinkroton berkas proton diteruskan ke dalam sistem transport yang akan melanjutkannya melewati rangkaian magnet yang mengarah dan menambah intensitas berkas tadi. Akhirnya, berkas proton akan pecah untuk kemudian diarahkan ke beberapa saluran keluaran. Biasanya, satu saluran dipakai untuk pengawasan dan pengontrolan energi proton, selebihnya dikeluarkan dengan alat-alat khusus yang disesuaikan dengan keperluan pengobatan.

Gambar 3.1 Skema Akselerator Sinkroton, (Krane, 1992).

3.1 Radiasi Proton Untuk Pengobatan Kanker Prostat

Radioterapi pengobatan kanker prostat dengan menggunakan sinar radiasi proton dilakukan dengan cara radiasi sinar luar atau radiasi eksternal. Pengobatan radiasi ini tidak menimbulkan rasa sakit, tetapi terkadang pasien hanya merasakan sedikit panas. Terapi dengan proton akan sangat membantu, karena proton akan sanggup memberikan radiasi penyembuhan pada kanker prostat, dengan efek samping yang sangat minimal pada kandung kencing dan usus besar. Pada terapi dengan sinar X dengan energi 18 MeV, pada posisi penyinaran dari arah depan/atas, maka sinar X akan mendepositkan sebagian besar energinya pada usus halus dan kandung kencing sebelum sampai ke jaringan kanker. Berbeda dengan sinar X, proton melalui pengaturan energi akan sanggup mendepositkan energinya secara maksimal pada jaringan tumor kelenjar prostat, dengan dosis yang relatif sangat kecil pada usus halus dan kandung kencing. Radiasi dari arah samping dengan sinar X dengan energi sebesar 18 MeV, maka energi banyak terdeposit pada tulang pinggul. Berbeda halnya dengan radiasi proton, proton dapat mendepositkan energi pada daerah prostat dengan radiasi yang minimal pada struktur yang normal seperti Gambar 3.2.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3.2a Rradiasi kanker prostat dari arah depan/atas dengan sinar X

Gambar 3.2b Rradiasi kanker prostat dari arah depan/atas dengan proton

Gambar 3.2c Rradiasi kanker prostat dari arah samping dengan sinar X

Gambar 3.2d Rradiasi kanker prostat dari arah samping dengan proton, (Sofyan, 1999).

Radiasi dari arah depan akan memberikan hasil yang lebih efektif. Hal ini disebabkan karena dengan menggunakan radiasi dari arah depan, berkas radiasi tidak akan bertumbukan atau berbenturan dengan tulang pinggul sehingga tidak ada berkas radiasi yang diserap oleh tulang pinggul. Selain itu juga, dengan radiasi dari arah depan berkas radiasi proton dapat diarahkan tepat mengenai prostat, (Sofyan, 1999).

Proses pemberian radiasi dalm pengobatan kanker prostat diawali dari akselerator proton akan menyinari bagian tubuh yang terkena kanker yaitu kelenjar prostat. Sensitivitas terhadap sinar bervariasi oleh sebab itu diperlukan beberapa kali penyinaran sehingga dapat di pastikan semua sel kanker telah mati. Terapi proton dilakukan secara kontinyu (berulang-ulang) dengan dosis (150-250) rad perkali dalam (2-3) seri. Seri (1-2) atau (2-3) diberi istirahat satu sampai dua minggu untuk pemulihan keadaan penderita. Terapi radiasi dengan proton biasanya memerlukan waktu (4-5) minggu, (Suit, 1992).

Berkas proton dengan energi tertentu bergerak menempuh garis lurus dengan panjang jarak relatif sama. Hal ini berarti jika berkas proton ditembakkan ke organ tubuh, volume organ tubuh yang teradiasi proton itu adalah seluas berkas proton dikalikan panjang jaraknya di dalam tubuh. Oleh sebab itu, berkas proton akan memberikan sebagian besar dosis radiasinya pada organ tubuh di akhir lintasannya. Sifat ini dapat dimanfaatkan untuk mengkonsentrasikan sebagian besar dosis radiasi proton pada suatu daerah tempat kanker bersarang. Dengan teknik ini, sel-sel di permukaan tubuh yang dilalui berkas proton tidak banyak mengalami kerusakan.

Pada dasarnya, prinsip radiasi kanker standar maupun radiasi proton adalah sama. Keduanya mengandalkan proses ionisasi yang mengubah sifat atom dalam molekul sel kanker. Semua bagian tubuh kita tersusun atas molekul-molekul yang merupakan kumpulan dari atom-atom. Setiap atom terdiri dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron. Jika elektron yang memiliki massa dan energi yang tinggi melewati atom, proton akan menarik elektron keluar dari orbitnya, proses ini dikenal sebagai ionisasi. Akibatnya, karakteristik atom tadi akan berubah. Sejalan dengan itu, molekul tempat atom ini berada akan berubah sifatnya. Proses perubahan sifat inilah yang diharapkan terjadi karena akan mengakibatkan rusaknya susunan DNA dan material-material genetik pada sel kanker.

3.3 Efek Biologis Radiasi

Efek biologi berbagai jenis radiasi tidak hanya bergantung pada dosis yang diberikan, akan tetapi bergantung pula pada distribusi dosis secara mikroskopik yang biasa dinyatakan sebagai Linear Energy Transfer (LET). Partikel bermuatan seperti proton mempunyai LET yang relatif tinggi dibandingkan dengan foton. Demikian pula dengan harga Relative Biological Effectiveness (RBE)-nya. Bergantung pada besarnya energi, RBE proton adalah sepuluh (10) RBE.

Peristiwa ionisasi akan mengubah karakteristik dari atom dan seterusnya karakteristik dari molekul juga akan mengalami perubahan. Transformasi ini merupakan konsep dari pemanfaatan semua radiasi pengion untuk terapi. Karena peristiwa ionisasi, radiasi dapat menyebabkan kerusakan molekul di dalam sel, termasuk DNA sebagai materi genetik yang berlanjut dengan kerusakan pada fungsi vital sel yaitu proses pembelahan sel. Secara teoritis, enzim dapat membantu sel untuk memulihkan kerusakan DNA, akan tetapi dalam hal kerusakan yang cukup intensif, enzim tidak lagi sanggup memperbaiki kerusakan. Pada kasus seperti ini, sel kanker mengalami kerusakan yang permanen untuk selanjutnya menuju ke kematian.

Interaksi radiasi dengan DNA dapat menimbulkan terjadinya perubahan molekul asam atau basa, putusnya ikatan hidrogen antar basa, hilangnya basa dan lainnya. Kerusakan yang lebih parah adalah putusnya salah satu untaian DNA yang disebut single strand break, atau putusnya kedua untaian DNA yang disebut double strand break. Dalam radiasi kanker prostat dengan menggunakan radiasi proton, perubahan sifat inilah yang diharapkan terjadi karena mengakibatkan rusaknya susunan DNA dan material-material genetik pada sel-sel kanker. DNA sel yang rusak membuat sel tidak berfungsi terutama untuk membelah dan menyebar. Karena kemampuan untuk memperbaiki sel agak rendah meskipun dengan bantuan enzim, proses beruntun ini mengakibatkan sel kanker rusak secara permanen.

Sementara itu, dengan radiasi standar (foton) efek sampingnya adalah sel-sel sehat di sekitar sel kanker akan rusak. Hal ini disebabkan karena energi radiasi tidak bisa difokuskan pada daerah prostat melainkan daerah di sekitarnya seperti usus halus dan kandung kemih. Kekurangan radiasi dengan foton ini disebabkan oleh sifat alami partikel penyusun foton yang tidak memiliki massa dan muatan inti. Energi yang dibawa oleh foton akan mudah diserap oleh medium di sekeliling sel kanker itu sendiri. Hal ini dapat membuat susunan DNA sel normal menjadi rusak seperti pada Gambar 3.3.

Hal ini tidak terjadi pada radiasi proton karena proton memilki massa yang jauh lebih berat daripada massa elektron yaitu sekitar 1840 kali massa elektron. Energi radiasi dari proton dapat dipercepat sedemikian rupa sehingga medium di sekeliling kanker tidak menyerap radiasi proton. Akibatnya, berkas proton dapat diatur untuk bisa menanamkan energinya ke lokasi sel kanker yang dituju. Selain itu, radiasi dengan proton hanya membuat sedikit kerusakan susunan DNA normal seperti Gambar 3.4.

Gambar 3.3 DNA Mengalami Radiasi Foton, ( Sofyan, 1999).

Keterangan:

: thymine

: adenine

: guanine

: cytosine

Gambar 3.4 DNA Mengalami Radiasi Proton,( Sofyan, 1999).

3.4 Keunggulan Radiasi Proton

Proton merupakan partikel bermuatan yang dihasilkan oleh mesin akselerator . kelebihan sifat proton adalah mampu mendepositkan atau memberikan hampir seluruh energinya pada saat akhir lintasannya, sehingga kemungkinan terjadi paparan radiasi sekunder yang sangat kecil. Jaringan lain kecuali target hanya menerima diosis yang sangat kecil bahkan pada beberapa daerah tertentu tidak menerima sama sekali. Para ahli fisika menyebutkan pembebasan energi proton di akhir lintasannya ini sebagai Bragg Peak,( Sofyan, 1999).

Sifat menguntungkan lainnya yang dimiliki proton adalah bahwa panjang lintasannya di dalam tubuh sangat ditentukan oleh beda energi yang dimilikinya. Semakin besar energi proton akan semakin panjang lintasannya. Sifat ini sangat menguntungkan karena pemberian dosis radiasi pada kanker di kedalaman tubuh dapat diatur melalui pengaturan energi proton yang akan ditembakkan ke sasaran. Dengan pengaturan energi yang tepat, berkas proton mampu mencapai tempat kanker bersarang dan akan memberikan sebagian besar energinya ke sasaran yang dituju. Dengan teknik ini sel-sel normal yang dilalui berkas proton yang berada diantara permukaan tubuh dan tempat kanker bersarang tidak akan banyak mengalami kerusakan.

Keuntungan yang paling utama dan tidak dimiliki oleh teknik radioterapi kanker lainnya adalah bahwa berkas proton dapat di arahkan secara tepat menuju sasaran. Karena proton bermuatan listrik, maka berkas proton itu dapat di arahkan dengan medan magnet dari luar. Itulah sebabnya, proton dapat dipakai sebagai radioterapi kanker prostat yang baik karena kelenjar prostat merupakan organ tubuh yang sensitif karena berdekatan dengan saluran kelamin, usus dan kandung kemih. Karena gerakan proton dapat diarahkan, maka proton tidak akan mengalami banyak hamburan ketika bertabrakan dengan inti atom sel-sel dalam tubuh. Dengan demikian para dokter dapat memberikan dosis proton kepada pasien dalam jumlah besar tanpa adanya rasa takut akan timbulnya efek samping terhadap sel-sel normal di sekitar sel kanker. Dalam radioterapi dengan proton ini, dosis radiasi yang diberikan kepada pasien bisa tiga kali lebih besar dibandingkan jika radioterapi dilakukan dengan metode lain. Metode ini telah banyak membantu penyembuhan kanker pada organ-organ vital seperti mata, otak , prostat dan rahim. Jadi radiasi proton akan jauh lebih efektif dibandingkan dengan metode yang lain jika dipakai untuk radioterapi pada kanker yang bersarang di kedalaman jauh dari permukaan tubuh, (Akhadi, 1997).

Tabel 3.1 Perbandingan antara terapi radiasi proton dengan terapi radiasi foton

Terapi radiasi foton

Terapi radiasi proton

Pemberian dosis menyebar

Pemberian dosis secara tepat/terfokus

Merusak sel-sel sehat di sekeliling kanker

Memperkecil kerusakan sel-sel sehat di sekeliling kanker

Mempunyai 1 RBE (kemampuan mematikan sel)

Mempunyai 10 RBE

Tidak dapat diberikan penyinaran pada organ-organ tubuh yang sensitif (otak dan mata)

Dapat memberikan penyinaran pada organ-organ sensitif

PROTEKSI RADIASI PENYINARAN LUAR

PROTEKSI RADIASI

Falsafah Dasar Proteksi Radiasi

Keselamatan radiasi atau yang lasim disebut dengan proteksi radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi. ( Akadi, 2000).

Dalam pemanfaatan teknologi nuklir, faktor keselamatan manusia harus mendapat prioritas utama. Sudah semestinya pemanfaatan akan lebih sempurna jika faktor kerugian yang mungkin timbul dapat ditekan serendah mungkin atau dihilangkan sama sekali. Program proteksi radiasi bertujuan untuk melindungi para pekerja radiasi serta masyarakat umum dari bahaya radiasi yang ditimbulkan akibat penggunaan zat radioaktif serta mencegah terjadinya efek deterministik yang membahayakan dan mengurangi terjadinya efek stokastik serendah mungkin.

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan radiasi sehubungan dengan pengoperasiaan instalasi nuklir antara lain yaitu :

  1. Adanya peraturan perundang-undangan dan standar keselamatan dalam bidang kesehatan nuklir.
  2. Pembangunan instalasi nuklir dilengkapi dengan sarana peralatan keselamatan kerja dan sarana pendukung lainnya yang sempurna sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan memperhatikan laporan analisis keselamatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
  3. Tersedianya personel dengan bekal pengetahuan yang memadai dan memahami sepenuhnya tentang keselamatan kerja terhadap radiasi.

Ditinjau dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi terutama meliputi :

  1. Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif.
  2. Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologis dengan dosis radiasi yang diterima organ atau jaringan.
  3. Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan.
  4. Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya untuk mengupayakan keselamatan radiasi baik ditengah kerja maupun lingkungan.

Acuan Dasar Proteksi Radiasi

Untuk mencapai tujuan program proteksi radiasi, baik untuk pekerja radiasi maupun masyarakat diperlukan adanya acuan dasar sehingga setiap kegiatan proteksi harus sesuai dengan acuan dasar tadi. Sesuai dengan rekomendasi ICRP, dalam setiap kegiatan proteksi radiasi dikenal adanya standar dalam nilai batas dan nilai acuan. Nilai batas terdiri atas nilai batas dasar, nilai batas turunan, nilai batas ditetapkan. Sedangkan tingkat acuan terdiri atas tingkat pecatatan, tingkat penyelidikan, dan tingkat intervensi.

Nilai batas dasar untuk tujuan proteksi radiasi tidak dapat diukur secara langsung. Sedangkan dalam pelaksanaan program proteksi radiasi, rencana program pemantauan radiasi memerlukan metode interpretasi untuk secara langsung dapat menunjukkan bahwa hasil pemantauan itu sesuai dengan batas dosis. Untuk mencapai efisiensi dalam proteksi radiasi, dipandang perlu memperkenalkan nilai batas turunan yang menunjukkan hubungan langsung antara nilai batas dasar dan hasil pengukuran.

Nilai batas turunan adalah besaran terukur yang dapat dihubungkan dengan nilai batas dasar dengan menggunakan suatu model. Dengan demikian hasil pengukuran yang sesuai dengan nilai batas turunan secara otomatis akan sesuai dengan nilai batas dasar. Sedangkan nilai batas ditetapkan adalah besaran terukur yang ditetapkan oleh pemerintah maupun peraturan lokal pada suatu instansi. Nilai batas biasanya ditetapkan lebih rendah dari nilai batas turunan, ada juga kemungkinan keduanya adalah sama.

Tingkat acuan bukan merupakan nilai batas, tetapi dapat digunakan untuk menentukan suatu tindakan dalam hal suatu nilai besaran melampaui atau diramalkan dapat melampaui tingkat acuan. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan program pemantauan radiasi perlu menggunakan tingkat acuan. Pelaksanaan program proteksi radiasi memerlukan tingkat acuan dan tindakan nyata yang perlu diambil jika suatu besaran mencapai nilai acuan. Tingkat acuan ini akan sangat membantu penguasa instalasi atom dalam upaya mencapai tujuan proteksi radiasi. Ada tiga tingkat acuan, antara lain yaitu :

  1. Tingkat pencatatan, yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka suatu hasil pengukuran harus dicatat. Nilai dari tingkat pencatatan harus kurang dari 1/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan. Hasil pengukuran yang berada dibawah nilai tingkat pencatatan tidak perlu proses lebih lanjut.
  2. Tingkat penyelidikan, yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka penyebab atau implikasi suatu hasil pengukuran harus diselidiki. Tingkat penyelidikan harus kurang dari 3/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan.
  3. Tingkat intervensi, yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka beberapa tindakan penanggulangan harus diambil. Tingkat intervensi harus ditentukan sehimgga tindakan penanggulangan tidak mempengaruhi kondisi operasional normal. ( Akadi, 2000).

Asas-asas Proteksi Radiasi

Filsafah baru tentang proteksi radiasi muncul dengan diterbitkannya Publikasi ICRP No.26 Tahun 1977. Untuk mencapai tujuan proteksi radiasi, yaitu terciptanya keselamatan dan kesehatan bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan, maka diperkenalkan tiga asas proteksi radiasi, antara lain yaitu :

  1. Asas Jastifikasi atau Pembenaran.

Asas ini menghendaki agar setiap kegiatan yang dapat mengakibatkan paparan radiasi hanya boleh dilaksanakan setelahdilakukan pengkajian yang cukup mendalam dan diketahui bahwa manfaat dari kegiatan tersebut cukup besar dibandingkan dengan kerugian yang dapat ditimbulkan.

2. Asas Optimisasi.

Asas ini menghendaki agar paparan radiasi yang berasal dari suatu kegiatan harus ditekan serendah mungkin dengan mempertimbangkan factor ekonomi dan social. Asas ini dikenal juga dengan sebutan ALARA atau As Low Reasonably Achieveble. Dalam kaitanya dengan penyusunan program proteksi radiasi asas optimisasi mengandung pengertian bahwa setiap komponen dalam program telah dipertimbangkan secara seksama, termasuk besarnya biaya yang dapat dijangkau. Suatu program proteksi dikatakan memenuhi asas optimisasi apabila semua komponen dalam program tersebut disusun dan direncanakan sebaik mungkin dengan memperhitungkan biaya yang dapat dipertanggung jawabkan secara ekonomi.

3. Asas Pembatasan Dosis Perorangan.

Asas ini menghendaki agar dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Dengan menggunakan program proteksi radiasi yang disusun secara baik maka semua kegiatan yang mengandung resiko paparan radiasi cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa sehingga nilai batas dosis yang ditetapkan tidak akan terlampaui.

Setiap kegiatan proteksi radiasi ditujukan untuk menekan serendah mungkin penerimaan dosis oleh pekerja sehingga batasan dosis yang ditetapkan tidak terlampaui. Dalam setiap proses optimisasi selalu ada pembvatas dosis (dose constrain) dalam hal untuk menyakinkan bahwa setiap pekerja paling tidak telah mendapat proteksi dalam tingkat yang paling minimum.

Nilai Batas Dosis

Dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas dosis yang telah ditentukan oleh pihak yang berwenang. ICRP mendefinisikan dosis maksimum yang diijinkan diterima seseorang sebagai “ dosis yang diterima dalam jangka waktu tertentu atau dosis yang berasal dari penyinaran intensif seketika,yang menurut tingkat pengetahuan dewasa ini memberikan kemungkinan yang dapat diabaikan tentang terjadinya cacat somatic gawat atau genetic”.

Dosis tertinggi atau dosis maksimum yang diijinkan diterima oleh seorang pekerja radiasi didasarkan atas rumus dosis akumulasi adalah sebagai berikut :

D = 5 ( N – 18 ) (2.1)

dengan : D = Dosis tertinggi yang diijinkan diterima oleh seorang pekerja radiasi selama masa kerjanya, dinyatakan dalam rem

N = Usia pekerja radiasi yang bersangkutan, dinyatakan dalam tahun

18 = Usia terendah dari seorang yang diijinkan untuk bekerja dalam medan radiasi, dinyatakan dalam tahun.

Akibat biologis yang dapat ditimbulkan oleh paparan radiasi tinggi tidak hanya ditentukan oleh jumlah penerimaan dosis, tetapi juga oleh kecepatan penerimaan dosis yang diterima. Atas dasar itu maka ditentukan Nilai Batas Tertinggi Tahunan (NBTT), yaitu jumlah tertinggi penerimaan dosis radiasi oleh seorang pekerja radiasi selama satu tahun yang besarnya 10 rem. Dalam keadaan terpaksa dianggap bahwa seorang masih dapat bertahan untuk menerima sekaligus dosis sebesar 10 rem kecuali wanita dalam usia masih mampu menghasilkan keturunan. Namun apabila hal itu terjadi , dan jika jumlah penerimaan dosis termasuk yang diterima pada kejadian terakhir ternyata melebihi 5(N-18), maka pemaparan berikutnya harus dibatasi sedemikian rupa, sehingga dalam jangka waktu 5 tahun, jumlah dosis akumulasi harus kembali pada rumus D = 5 (N-18) atau lebih rendah.

Perkembangan nilai batas dosis untuk pekerja radiasi dari waktu ke waktu dapat dilihat pada Tabel 2.1, sedangkan untuk masyarakat umum dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Perkembangan Rekomendasi Penerimaan Dosis Maksimum yang Diijinkan Untuk Seluruh Tubuh Bagi Pekerja Radiasi.

Dosis Maksimum yang Diijinkan

Tahun

Keterangan

30 R/ tahun sinar-X 100 kV atau

70 R / tahun sinar-X 200 kV

1925

Direkomendasikan oleh

A. Mutscheller dan R.M. Sievert

0,2 R /hari atau 1 R / minggu

1934

Direkomendasikan oleh komisi Internasional untuk Proteksi terhadap Sinar-X dan radium

15 rem / tahun atau

0,3 rem / minggu

1950

Direkomendasikan oleh ICRP

5 rem / tahun atau

0,1 rem / minggu

1958

Direkomendasikan oleh ICRP

50 mSv / tahun

1977

Direkomendasikan oleh ICRP dengan mengikuti prinsip ALARA

20 mSv / tahun

1990

Direkomendasikan oleh ICRP

Dirata-ratakan untuk 5 tahun

Tidak boleh melebihi 50 mSv/tahun

Tabel 2.2. Perkembangan Rekomendasi Penerimaan Dosis Maksimum yang Diijinkan oleh Seluruh Tubuh Bagi Masyarakat Umum.

Dosis Maksimum yang Diijinkan

Tahun

Keterangan

30 mR / minggu

1952

Diusulkan oleh NCRP

500 mrem / tahun atau

10 mrem / minggu

1958

Diusulkan oleh NCRP

500 mrem / tahun atau

3 mrem / minggu

1958

Diusulkan oleh ICRP sebagai dosis rata-rata untuk gonat atau seluruh tubuh

100 mrem / tahun atau

2 mrem / minggu

1959

Diusulkan oleh komisi AdHoc ICRP

5 mSv / tahun

1977

Direkomendasikan oleh ICRP dengan mengikuti prinsip ALARA

1 mSv / tahun

1990

Direkomendasikan oleh ICRP

Adapun alasan yang membedakan antara nilai batas dosis antara pekerja radiasi dan masyarakat umum adalah :

  1. Jumlah anggota masyarakat jauh lebih besar dibandingkan jumlah pekerja radiasi, sehingga efek kelainan per rem dosis readiasi yang diterima tubuh akan menimpa lebih banyak kepada masyarakat dibangding pekerja radiasi.
  2. Hubungan kerja yang melibatkan resiko penyinaran dalam pekerjaan bersifat sukarela dan bahaya radiasi yang dihadapi dapat diketahui sebelumnya.
  3. Pekerja radiasi telah dipilih sedemikian rupa sehingga mereka yang dianggap tidak mampu menghadapi setiap bahaya tertentu akan disalurkan untuk kegiatan yang lain.
  4. Dalam suatu instalasi nuklir, bahaya radiasi dapat dievaluasi dan diawasi melalui pemantauan radiasi.
  5. Anggota masyarakat bukan pekerja radiasi kemungkinan bear terdiri juga atas anak-anak dan janin yang lebih peka terhadap kerusakan radiasi dan mungkin juga terdiri atas orang lanjut usia yang mungkin lebih mudah terpengaruh oleh kerusakan radiasi.
  6. Jangka waktu penyiaran karena pekerjaan lebih pendek dibandingkan jangka waktu penyinaran oleh lingkungan luar.
  7. Setiap instalasi tidak dibenarkan untuk mengenakan ukuran penuh dari bahaya perkerjaan yang khusus untuk sekitarnya.

Sumber Radiasi Eksternal

Radiasi yang diterima oleh manusia dapat berasal dari luar tubuh (eksternal) dan dari dalam tubuh (internal). Radiasi eksternal antara lain seperti sinar roentgen, sinar-x dll. Sedangkan untuk radiasi internal merupakan radiasi yang dapat berbentuk partikel-partikel, gas atau debu yang memiliki potensi untuk masuk ke dalam tubuh.

Bahaya radiasi eksternal merupakan bahaya yang berasal dari sumber-sumber radioaktif di luar tubuh. Apabila suatu zat radioaktif masuk ke dalam tubuh, umpamanya dari luka yang terbuka, terhirup atau tertelan, maka akan timbul bahaya radiasi eksternal, yang perlu cara pengontrolan sungguh berbeda.

Sinar alfa pada umumnya tidak dianggap sebagai bahaya eksternal karena radiasi ini tidak dapat menembus lapisan kulit terluar. Bahaya akan muncul apabila tubuh terkena radiasi Sinar Beta, Sinar X, Sinar Gamma serta Netron, dimana semuanya dapat menembus organ tubuh sensitif. Bahaya eksternal dapat diatasi dengan beberapa cara yang sering disebut proteksi radiasi penyinaran luar antara lain yaitu dengan mengatur waktu penyinaran, mengatur jarak sumber radiasi dan penggunaan perisai radiasi,(Suwarno,1995).

REFERENSI

Akhadi, Muklis. 1997. Pengantar Teknologi Nuklir. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Akhadi, Muklis. 2000.DASAR-DASAR PROTEKSI RADIASI. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Cammpbell,Gaylon. 1997.An Introduction to Environmental Biophysics. New York : Springer Uerlag.

Erie, Widjaya. 1970. Buku Pelajaran radioterapi. Jakarta : PT DIAN Rakyat.

Krane, Kenneth. 1992. FISIKA MODERN. Jakarta : Universitas Indonesia.

Suwarno, Wisyosimin. 1995. MENGENAL ASAS-ASAS PROTEKSI RADIASI. Bandung : ITB Bandung.